Ditulis oleh Kika Simonsen
Èze adalah sebuah desa tua peninggalan abad pertengahan, yang bertengger kokoh laksana sarang elang dengan ketinggian bukit berbatu yang mengesankan. Saking cantiknya, desa yang menghadap ke laut Mediterania (Èze-sur-Mer) ini, mencuat kepopulerannya secara pesat, bahkan digadang-gadang sebagai permata kawasan Riviera Prancis. Èze merupakan bagian komune département Alpes-Maritimes di Prancis tenggara, tidak jauh dari kota Nice.Èze adalah salah satu desa yang menyandang predikat Route des Villages Perchés (Route of Perchedés Village). Gelar ini yang diberikan oleh departemen wisata Métropole Nice Côte d’Azur bersama 15 desa lainnya seperti Aspremont, Carros, Castagniers, Coaraze, Colomars, Duranus, Falicon, La Gaude, Lantosque, Levens, La Roquette-sur-Var, Saint-Blaise, Saint-Jeannet, Tourrette-Levens dan Utelle.
Desa Èze berada di samping jalur Corniche Moyenne (RN7) yang sangat sibuk, yakni jalan utama menuju Nice dan Monaco-Menton. Tepatnya, Èze terletak kira-kira setengah jalan antara Nice dan Monte Carlo. Tak pelak desa ini kerap dijadikan sebagai tempat persinggahan sementara untuk membunuh waktu, sebelum kapal-kapal pesiar benar-benar berlabuh di sepanjang Riviera Prancis (Cannes, Nice, dan Monaco).
Jika dilihat dari atas, nampak rumah-rumah penduduk dibangun dengan membentuk sebuah pola melingkar meruntut sisa-sisa reruntuhan benteng kuno abad ke-12. Benteng megah itu konon dirobohkan pada tahun 1706, namun desa tetap dipertahankan sebagai hunian penduduk yang membentuk pola melingkar hingga pangkal puri. Èze terkenal sebagai desa tua yang terpelihara dan terawat baik diberbagai landmark-nya yang sangat menyumbang pesona. Pemerintah bahu membahu dengan penduduk merestorasi secara hati-hati dan berkelanjutan, untuk memulihkan bangunan-bangunan tua yang menyimpan segudang sejarah yang penuh pergolakan.
Menyusuri desa hanya mungkin ditempuh dengan berjalan kaki. Seluruh kawasan menyuguhkan jalan setapak yang sempit bersanding tebing curam dan dinding batu tinggi sebagai bahu kanan dan kiri. Desa ini populer dengan ciri khas bangunannya yang dibangun dari batu kapur putih yang disebut La Turbie dan atap rumah-rumah yang terbuat dari keramik oranye. Kendati luas areanya sangatlah kecil, namun sama sekali tidak menyurutkan pesona desa ini. Èze menawarkan panorama lautan biru dengan garis cakrawala yang akan membuat siapapun terkesima!
Desa yang berpopulasi 2.960 jiwa ini, memiliki semboyan yang berbunyi Isis Moriendo Renascor artinya “di dalam kematian, saya dilahirkan kembali” dan simbol kebesaran desa adalah burung phoenix yang bertengger di atas sebuah tulang. Dialek lokal yang saat ini hampir punah, diperkirakan mirip dengan bahasa Monégasque dari Monaco yang kental akan pengaruh budaya Liguria dan bahasa Occitan.
SEJARAH DESA
Sejarah mengisahkan, Èze konon mulai dihuni sejak zaman Neolitik tahun 2000 SM sebagai sebuah komune yang terletak di dekat Gunung Bastide. Berdasarkan penemuan sejarah berupa buku maritim, timbangan perak peninggalan Yunani, teks kuno, dan lain-lain, terungkap bahwa nama Èze berasal dari kata St. Laurent of Èze, sebuah pelabuhan yang terletak di Teluk Saint Laurent seperti yang diceritakan oleh Antonin di jalur bahari. Meskipun begitu, ada gagasan lain yang turut menyeruak, mengatakan bahwa dahulu kala bangsa Fenisia mendirikan sebuah kuil bernama Èze untuk menghormati Dewi Isis. Asal-usul bangsa Fenisia datang dari wilayah Timur Tengah, tepatnya Lebanon dan Suriah yang merupakan daerah pesisir laut.Selain itu, bangsa Celto-Liguria yang berasal dari barat laut Italia berduyun-duyun berimigrasi ke eropa barat, salah satu daerah yang mereka datangi adalah Èze. Mereka kemudian mendirikan castellaras yang menjulang di ketinggian 1.860 kaki di atas permukaan laut menggunakan ribuan blok batu kering.
Kekaisaran Romawi sempat pula menancapkan kekuasaannya di desa ini, namun saat menjelang masa kejatuhannya, invasi ofensif dari bangsa barbar pun berdatangan. Berbondong-bondong penduduk Èze segera berlindung dan bersembunyi dari serangan dengan membentengi diri di situs Celto-Liguria tua. Peninggalan Romawi dapat dilacak dari keberadaan sebuah kuburan Romawi di Chapelle des Pénitents. Bangunan tertua di desa ini adalah Chapelle de la Sainte Croix dan Chapelle des Pénitents Blancs yang diklaim sudah berdiri dari tahun 1306.
Sejarah Èze tidak pungkas sampai di sini, bangsa Moor sempat pula menduduki Èze selama kurang lebih 80 tahun, hingga pada akhirnya direbut oleh William of Provence pada tahun 973. Pada tahun 1388, Desa Èze secara yurisdiksi jatuh ke pangkuan House of Savoy, sebuah kerajaan dari Italia utara yang dibentuk pada tahun 1003. Dengan ekspansi bertahap, kerajaan ini gigih melebarkan sayap kekuasaannya dan berhasil menyatukan Italia pada tahun 1861 (House of Savoy memimpin Italia dari tahun 1861-1946). Kerajaan ini kerap melakukan pemberontakan terhadap Prancis dan secara agresif mendirikan benteng pertahanan di Desa Èze untuk membangun kekuatan maritim.
Pada tahun 1543 tentara Prancis yang meminta dukungan kekuatan armada Turki di bawah tangan besi Hayreddin Barbarossa, berhasil merebut Èze dan menggulingkan House of Savoy. Di tahun 1706, Raja Louis XIV memerintahkan penghancuran seluruh benteng untuk membabat habis kemungkinan-kemungkinan munculnya aksi balas dendam susulan House of Savoy dikemudian hari, serta menekan perlawanan dari Monaco. Pada tahun 1860 sebuah keputusan berdasar suara bulat menyerukan bahwa seluruh wilayah Nice termasuk Èze, menjadi bagian kedaulatan Prancis.
DAYA TARIK DESA
Èze adalah refleksi sebuah gagasan tentang desa kecil menawan yang terletak di perbukitan. Èze dinyatakan sebagai salah satu desa terindah diantara 13 desa yang berbaring di lereng tebing Côte d’Azur. Seluruh kawasan desa merupakan perwujudan sebuah karya seni karena itu Èze dijuluki “desa museum”. Pintu masuk ke hotel, restoran, dan toko-toko saling memotong di setiap sisi, sementara para seniman dan pengrajin menempati gudang bawah tanah dan lantai dasar bangunan. Kehadiran toko-toko, galeri seni, hotel dan restoran ini, mampu menyedot jutaan wisatawan setiap tahunnya. Desa menawan ini, juga dikenal menawarkan nuansa romantis, tak pelak jika menjadi magnet kuat yang menarik banyak pasangan yang tengah berbulan madu.Penduduk Èze yang dijuluki Ézasques ini, banyak yang beralih profesi menjadi pengrajin. Namun sesungguhnya hanya sedikit penduduk lokal yang kesehariannya benar-benar tinggal di sini. Wisatawan memiliki banyak kesempatan untuk cuci mata dengan keluar-masuk toko yang dirancang seperti gua-gua. Jika beruntung, pengunjung bisa jadi menemukan karya seni unik sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Hal pertama perlu dilakukan saat tiba adalah mengunjungi Tourist Office. Di sana traveler akan mendapatkan salinan buklet Best of French Riviera gratis dan peta desa. Tidak hanya itu, pengelola desa juga menawarkan tur berpemandu yang berlangsung sekitar satu setengah jam dengan biaya €10 per orang.
Dengan keteraturan sempurna dan pengaturannya yang bernilai seni, tidak mengherankan jika desa ini dijejali wisatawan setiap tahunnya. Jangan heran jika langkah kakimu selalu terhenti setiap beradu dengan keindahan lorong-lorong sempit nan cantik, ingin rasanya senantiasa mengabadikannya dalam bidikan kamera. Pelancong dijamin tidak akan terpisah dari kameranya karena hampir setiap sudut dan celah, memiliki daya tarik fotografi yang besar.
Pada musim dingin, desa sepi dari hiruk-pikuk akan keberadaan turis, sehingga pengunjung memiliki kans besar untuk memiliki seluruh kawasan bagi dirinya sendiri layaknya sebuah tempat pribadi. Namun sayangnya, di periode ini, kebanyakan toko, galeri, dan restoran libur dari aktivitasnya.
LE JARDIN EXOTIQUE d’EZE
Jika penjelajahan desa diteruskan hingga puncak bukit, pelancong akan sampai di titik pamungkas bagian paling tinggi desa, yakni Le Jardin Exotique d’Eze. Berdiri pada ketinggian 429 m atau 1.400 kaki, Le Jardin Exotique d’Eze ialah sebuah taman botani yang menakjubkan yang mencakup sejumlah besar tanaman tropis dan mediterania.
@photo by http://www.escapadesamoureuses.comPenjelajahan desa bersifat progresif, semakin tinggi kita mendaki, semakin indah pula view yang dipergelarkan. Tanpa bantuan pemandu, pelancong akan menemukan letak Le Jardin Exotique d’Eze dengan mudah. Semua jalan menanjak akhirnya akan mengantar kita menuju ke puncak di mana taman Le Jardin Exotique d’Eze berada.
@photo by Dick EbertLe Jardin Exotique d’Eze dibangun didirikan pada tahun 1949 setelah Perang Dunia II di bawah arahan Walikota René Gianton. Berkat sentuhan ajaib arsitek taman Jean Gastaud, taman ini terpresentasi menjadi sebuah karya seni yang hidup. Le Jardin Exotique d’Eze dengan bangga mempersembahkan pesona biru Laut Mediterania yang luas mengelilingi. Berada di ketinggian memukau laksana sarang elang seperti ini, membuat anda seolah-olah seperti terbang di atas lautan! Le Jardin Exotique d’Eze ini adalah tempat paling sempurna untuk nikmati landscape spektakuler di atas garis pantai. Le Jardin Exotique d’Eze adalah cara yang terbaik untuk mendapatkan view seluruh desa, dihujani sinar matahari yang menerpa atap-atap genteng merah berpagar hamparan laut biru yang berkilauan.
Kebun bunga yang lebih didominasi oleh kaktus ini, ditanam membentuk gugusan-gugusan berkelompok dengan lajur yang berkelok-kelok sedemikian rupa, membuat decak kagum setiap pengunjung. Taman ini menggiring pengunjung melewati jalan setapak yang panjang yang dimeriahkan oleh kaktus di samping kiri dan kanan dengan mengkombinasikan air mancur kecil, semak-semak, pohon-pohon mediterania dalam satu rangkaian. Koleksi kaktus di Le Jardin Exotique d’Eze adalah yang paling beragam, berjumlah jutaan species berasal dari Atlantik, Meksiko dan Argentina.
Le Jardin Exotique d’Eze tidak hanya mempertontonkan keanekaragaman hayati tanaman kaktus saja, tetapi kehadiran 14 patung bercita rasa seni tinggi, tidak luput turut memanjakan mata. Keempatbelas patung ini merupakan buah karya seniman tersohor Jean-Philippe Richard. Keempat belas elemen ini, rupanya berkontribusi besar membuat taman makin menonjol dengan sentuhan bernuansa artistik. Dikenal sebagai The Goddesses, dengan sengaja ditempatkan secara strategis di spot-spot paling tepat oleh penciptanya. The Goddesses mengingatkan pada patung-patung klasik Yunani yang menyiratkan feminitas dan relasi yang harmoni antara keindahan dunia fisik dan fana. Setiap patung memiliki identitas tersendiri yang dipresentasikan melalui puisi indah berbahasa Prancis yang ditulis sendiri oleh Jean-Philippe Richard.
Dalam peta, tergambar sebuah jalan setapak yang mengarah ke bagian paling bawah kebun, di mana pengunjung akan menemukan sebuah teras yang cukup lapang untuk berelaksasi dengan suasana menakjubkan, lengkap dengan kursi santai yang menghadap ke perairan jernih yang memukau, berbingkai kaktus tinggi dan semak berduri.
Gemericik air mancur di kolam hias kecil menjadi satu-satunya suara yang memecahkan keheningan yang syahdu menyertai semilir angin sepoi-sepoi. Le Jardin Exotique d’Eze menawarkan pengalaman yang menenangkan jiwa dan kontemplatif, di mana pengunjung juga dapat menggali pengetahuan tentang sejarah desa sembari bersantai dan menyegarkan pikiran dari segala kepenatan.
@photo by http://www.escapadesamoureuses.comUntuk memasuki kawasan Le Jardin d’Èze hanya dikenakan biaya €6 untuk orang dewasa dan €1 untuk anak-anak. Tarif pengurangan €2,50 diperuntukakan bagi pelajar dan kelompok yang beranggotakan lebih dari 12 orang. Waktu terbaik untuk berkunjung yakni selama musim panas karena jam buka taman, akan diperpanjang hingga matahari bersiap untuk tidur kembali ke sarangnya. Menikmati warna jingga yang tumpah di cakrawala, sungguh moment berharga yang sayang untuk dilewatkan.
PABRIK PARFUM
Destinasi populer lainnya adalah Perfume Factory. Galimard dan Fragonard adalah dua pabrik dan toko yang merangkap museum parfum yang bisa di agendakan untuk dikunjungi.Harga normal parfum buatan Fragonard untuk ukuran 100 ml adalah €85. Harga sepaket siap pakai dipatok €590 termasuk sejumlah bonus. Memang tidaklah murah, namun fragrance Fragonard benar-benar asli dan terbuat dari bahan alami. Bayangkan saja untuk membuat 1 liter parfum melati, membutuhkan bunga melati berton-ton jumlahnya!
Pengunjung memiliki kesempatan untuk membuat parfum sendiri di Galimard dengan biaya berkisar €10 namun perkecualian (gratis) bagi siapa saja yang memiliki French Riviera pass. Galimard juga menawarkan program menarik yakni tur berpemandu yang mempertontonkan berbagai tahap pembuatan parfum setiap harinya.
LEGENDA NIETZSCHE’S TRAIL
Legenda mengisahkan tentang penjelajahan Nietzsche dari Eze menuju Bord-de-Mer ke Eze pada akhir abad ke-19. Nietzsche terus mengulang pengembaraannya setiap tahun di Riviera Prancis dari tahun 1883 sampai tahun 1888, dengan menempuh jarak ribuan kilometer untuk menemukan “tempat yang menakjubkan” di mana akhirnya ia menemukan kedamaian jiwa dan ketenangan bathin.Legenda menceritakan akibat limpahan sinar matahari yang menakjubkan, menghadirkan halusinasi hebat yang mengilhami terciptanya sebuah karya terkenal berjudul Thus Spoke Zarathustra.
Tidak sedikit, orang yang tertantang untuk melakukan napak tilas jalan setapak yang pernah dilalui Nietzsche. Pendakian melalui bukit terjal ini akan memakan waktu kira-kira sekitar satu jam. Walaupun medan cukup sulit untuk dilumpuhkan, namun kelelahan itu akan terbayar penuh saat mendapati hamparan hutan seluas 610 hektar dan panorama French Riviera dari atas puncak bukit, terpampang di depan mata.
GEREJA
Gereja Notre Dame de l’Assomption abad ke-18 yang bergaya neoklasik memiliki menara yang sangat tinggi sehingga bisa dilihat dari kejauhan. Namun ketinggiannya itu menjadi bumerang yang membahayakan karena telah berulang kali menarik petir. Berdasar kesepakatan bersama, akhirnya penduduk memutuskan untuk memenggal kubah menara demi alibi keamanan. Gereja ini konon dirancang oleh Antonio Spinelli dan dibangun antara 1764-1778 di atas fondasi gereja tua abad ke-12 yang dahulu dirobohkan.HOTEL DAN RESTORAN
Terdapat dua hotel mewah di Desa Èze, yang masing-masing patut membanggakan diri dengan restorannya yang berbintang Michelin. Kedua hotel ini bernama Château Eza dan Le Château de la Chèvre d’Or.Le Château de la Chèvre d’Or dibangun tepat di bekas istana yang telah direnovasi pada tahun 1920-an. Hotel mewah ini bertengger di atas properti yang menyuguhkan panorama lautan Mediterania dari puncak ketinggian. Le Château de La Chèvre d’Or menawarkan liburan romantis yang tak akan pernah terlupakan.
Sedangkan Château Eza menawarkan santap siang atau makan malam romantis yang dipergelarkan pada bahu balkon bersanding view Saint-Jean-Cap-Ferrat serta lautan Mediterania yang menyapu menohok mata. Siapapun akan tercengang akan keindahannya! Kenyamanan dan kemewahan yang berkolaborasi sempurna, merupakan daya pikat tak tertandingi dari hotel ini.
Ada banyak snack bar dengan kualitas yang hampir sama berderet di dekat pintu masuk kebun kaktus. Warung-warung santai ini dikemas memiliki suasana taman yang indah dengan menu makanan khas setempat cukup terjangkau. Salah satu yang patut rekomendasikan ialah Le Nid d’Aigle.
TRANSPORTASI
Ke Desa Èze dengan mengendarai mobil, hanya akan memakan waktu 30 menit jika ditempuh dari Nice dan hanya 15 menit dari Monaco. Tersedia tempat parkir tepat di luar pintu masuk desa, tetapi jangan kaget saat menyadari bahwa tarif parkir di desa ini cukup mahal.Jika ingin untuk mencapai Èze dengan bus, pilihlah bus nomor 112 atau 82 yang akan memulai perjalanannya dari Nice. Yang perlu diperhatikan Èze dan Èze-Sur-Mer adalah dua perhentian bus yang berbeda. Ketika datang dari Nice, pastikan kamu menaiki bus dengan tujuan Èze. Jika tidak, terpaksa harus turun di Èze-Sur-Mer terlebih dahulu, lalu melanjutkan perjalanan lagi dengan bus lain ke desa (sekitar 20 menit). Atau jika kamu tergolong seorang petualang sejati, dapat melanjutkan perjalanan ke Èze dengan berjalan kaki mengarungi bukit. Bus tersedia hanya setiap 2 jam.
Bagi wisatawan yang mengendarai kereta api, akan turun di Èze-Sur-Mer juga, kemudian menaiki bus dengan tujuan Èze. Biaya kereta adalah 3,50€ untuk sekali jalan, sedangkan harga tiket bus hanya €1,50. Transportasi dengan menggunakan bus, dirasa lebih direkomendasikan karena berbagai alasan yang masuk akal. Harga tiket bus lebih murah daripada harga tiket kereta api. Selain itu, bus lebih praktis karena tanpa perlu berganti kendaraan, pelancong akan diantar hingga mencapai muka gerbang Desa Èze. Keunggulan lainnya yakni saat berkendara dengan bus, traveler akan disuguhi oleh pemandangan French Riviera yang fantastis sepanjang perjalanan!
Selamat berpetualang!